KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, hidayah, serta
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Pada
ibu hamil Patologi, yang berjudul “ ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN CMV
DAN RUBELLA“ ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan
Asuhan Kebidanan patologi pada semester IV. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan maupun pengetahuan
serta dijadikan dasar dalam menuntut ilmu bagi para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Yogyakarta, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
a. Latar belakang
Cytomegalovirus
merupakan anggota keluarga virus herpes yang biasa disebut herpes viridae. CMV sering disebut sebagai dapat berakibat fatal,
atau dapat juga hanya diam didalam tubuh penderita seumur hidupnya.
Terjadinya penularan dan tingkat
keparahan infeksi pada janin dan bayi bervariasi, tergantung tipe infeksi yang
terjadi pada ibu. Jika ibu terinfeksi pertama kali pada saat kehamilan (infeksi
primer), maka kemungkinan janin tertular sekitar 20-40%, dan tampak pada janin
lebih parah sekitar 10-15% janin yang terinfeksi mengalami gejala klinis pada
saat dilahirkan. Pada infeksi pada ibu terjadi sebelum hamil. Terjadinya
penularan pada bayi lebih kecilyaitu 0, 2- 2 ,2% dan pada umumnya bayi jarang
menunjukkan gejala klinis pada saat dilahirkan.
Frekuensi infeksi intrauterin pada
infeksi maternal primer jauh lebih tinggi daripada infeksi maternal rekuren,
yaitu 40% berbanding 1%. Demikian juga gejala sekuelensinyajauh lebih sering
pada bayi terinfeksi kongenital dari ibu dengan infeksi primer sewaktu atau
beberapa waktu sebelum kehamilannya kurang lebih 1% (antara 0,4- 2,3%) bayi
baru lahir terinfeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang paling sering
terjadi p[ada manusia. Sebanyak 5%-10% bayi-bayi tersebut akan menunjukkan
gejala-gejala (sympomatik)npada masa bayi dan akan mengalami sekuele neorologik.
Sisanya sebanyak 90%-95% bayi tidak
menunjukkan gejala (asymptomatik) sewaktu dilahirkan. Sebanyak 13- 24%
bayi-bayi asymptomatik tersebut dapat mengalami cacat bermakna dikemudian hari
seperti tuli saraf dan gangguan perkembangan sekitar 2-28% ibu hamil yang
terinfeksi dapat menularkan CMV kepada bayinya melalui lendir vagina/serviks
pada saat proses persalinan. Rata-rata 50% bayi yang terpapar CMV akan
mengalami infeksi muncul pada usia bayi 4-6 minggu.
ASI yang terinfeksi mengandung CMV dapat
menjadi sumber penularan bagi bayi pada saat penularan bagi bayi pada saat
menyusui. Rata-rata 50-60% bayi yang mengkonsumsi ASI mnegandung CMV akan
terinfeksi. Tetapi karena CMV yang terdapat pada ASI umumnya akibat reaktifitas
virus (infeksi sekunder) maka kebanyakan bayi yang tertular tidak sakit karena
telah memiliki antibodi dari ibunya. Tingkat antibodi maternal tidak
mempengaruhi frekuensi dan onset infeksi paad bayi.
b. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah
diiuraikan diatas, maka asuhan kebidanan sangat dibutuhkan untuk mengatasi
masalah Infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan ini.
c. Tujuan Penulisan
Makalah
ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan sebagai lahan
pertimbagan dalam pengembagan asuhan pada kasus CMV (Cytomegalo Virus) dan
Rubella.
d. Manfaat Penulisan
Mampu
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan infeksi CMV dan Rubella dengan
mengetahui isi makalah dan dengan mendalami menajeman kebidanan.
CMV (CYTOMEGALOVIRUS)
1. Pengertian
Cytomegalovirus
atau lebih sering di sebut dengan CMV adalah infeksi oportiunistik yang berhubungan dengan HIV. Virus ini dibawa oleh
sekitar 50% populasi dan 90% penderita dengan HIV. Cytomegalovirus juga
merupakan anggota keluarga virus herpes yang biasa disebut herpes viridae. CMV sering disebut sebagai dapat berakibat fatal,
atau dapat juga hanya diam didalam tubuh penderita seumur hidupnya.
2. Epidemiologi
Human Cytomegalovirus (HCMV/CMV) atau
human herpes virus 5 ditularkan melalui kontak intim dan atau berulang dengan
pengidap virus, melalui transmisi vertikaldari ibu ke janin, transfus produk
darah dan transplantasi oragan atau sum-sum tulang dan donor sero positif CMV.
Virus dapat ditemukan dalam urine, sekresi orofaring, sekresi serviks, vagina,
semen, ASI, air mata, dan darah.
CMV dapat menyebabkan infeksi primer
atau rekuan sekunder dapat menyebabkan infeksi kongenital. Infeksi CMV
kongenital dapat terjadi pada bayi seorang ibu yang imun terhadap CMV meskipun
terdapat antibody dalam serum ibu. Disamping itu ibu dapat melahirkan lebih
dari seorang bayi dengan infeksi kongenital yang disebabkan reaktivitas infeksi
laten. Diduga infeksi CMV kongenital simptomatik terjadi dalam trimester I atau II, terutama bila mengakibatkan kerusakan
susunan syaraf pusat.
Janin dan bayi yang baru lahir dapat
terinfeksi CMV karena tertular dari ibunya yang baru terinfeksi pada saat
hamil. Atau ia terinfeksi lagi (oleh CMV jenis yang sama atau jenis lain) pada
saat hamil.
Penularan
dari ibu kepada janin atau bayinya dapat terjadi pada saat:
a. Bayi
masih dalam kandungan (infeksi prenatal) dimana virus ditularkan melalui darah,
plasenta, yang menyebabkan infeksi kongenital atau infeksi bawaan.
b. Proses
melahirkan, dimana bayi kontak langsung dengan lendir vagina/ serviks sang ibu
yang mengandung CMV.
c. Setelah
lahir, (infeksi postnatal)terutama kontak dengan ASI dan air liur.
Terjadinya penularan dan tingkat
keparahan infeksi pada janin dan bayi bervariasi, tergantung tipe infeksi yang
terjadi pada ibu. Jika ibu terinfeksi pertama kali pada saat kehamilan (infeksi
primer), maka kemungkinan janin tertular sekitar 20-40%, dan tampak pada janin
lebih parah sekitar 10-15% janin yang terinfeksi mengalami gejala klinis pada
saat dilahirkan. Pada infeksi pada ibu terjadi sebelum hamil. Terjadinya
penularan pada bayi lebih kecilyaitu 0, 2- 2 ,2% dan pada umumnya bayi jarang
menunjukkan gejala klinis pada saat dilahirkan.
Frekuensi infeksi intrauterin pada
infeksi maternal primer jauh lebih tinggi daripada infeksi maternal rekuren,
yaitu 40% berbanding 1%. Demikian juga gejala sekuelensinyajauh lebih sering
pada bayi terinfeksi kongenital dari ibu dengan infeksi primer sewaktu atau
beberapa waktu sebelum kehamilannya kurang lebih 1% (antara 0,4- 2,3%) bayi
baru lahir terinfeksi CMV merupakan infeksi kongenital yang paling sering
terjadi p[ada manusia. Sebanyak 5%-10% bayi-bayi tersebut akan menunjukkan
gejala-gejala (sympomatik)npada masa bayi dan akan mengalami sekuele neorologik.
Sisanya sebanyak 90%-95% bayi tidak
menunjukkan gejala (asymptomatik) sewaktu dilahirkan. Sebanyak 13- 24%
bayi-bayi asymptomatik tersebut dapat mengalami cacat bermakna dikemudian hari
seperti tuli saraf dan gangguan perkembangan sekitar 2-28% ibu hamil yang
terinfeksi dapat menularkan CMV kepada bayinya melalui lendir vagina/serviks
pada saat proses persalinan. Rata-rata 50% bayi yang terpapar CMV akan
mengalami infeksi muncul pada usia bayi 4-6 minggu.
ASI yang terinfeksi mengandung CMV dapat
menjadi sumber penularan bagi bayi pada saat penularan bagi bayi pada saat
menyusui. Rata-rata 50-60% bayi yang mengkonsumsi ASI mnegandung CMV akan
terinfeksi. Tetapi karena CMV yang terdapat pada ASI umumnya akibat reaktifitas
virus (infeksi sekunder) maka kebanyakan bayi yang tertular tidak sakit karena
telah memiliki antibodi dari ibunya. Tingkat antibodi maternal tidak
mempengaruhi frekuensi dan onset infeksi paad bayinya.
3. Manifestasi Klinik
Pada manusia sehat dengan kehamilan atau
imunokompeten penyakit infeksi CMV
seringkali asymptomatik. Gejala yang kadang timbul berupa gejala mirip
mononukleus tanpa disertai faringitis, tonsillitis, atau limfadenopati.
Penularan secara vertikal pada infeksi primer ataupun sekunder /rekuren belum
dapat diprediksi. Janin dalam kandungan tidak akan dapat terinfeksi baik pada
infeksi primer maupun sekunder/rekuren. Pada infeksi CMV kongenital
sympomatikdiagnosisnya dapat diperlukan secara klinis manifestasi klinisnya
antara lain berupa retardasi pertumbuhan, intrauterin, kuning,
hepatosplenomegali, asites, petekie, atau pupura, pneumonitis, trombositopenia,
hepatitis, hiperbilirubinemia, dan anemia himolitik.
4. Diagnosa Pada Ibu Hamil
Infeksi CMV pada ibu hamil dapat
memberikan gejala asyptomatis atau
gejala tidak khas dan mempunyai spectrum yang luas sehingga memerlukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Bila pemeriksaan serologis
menunjukkan hasil negatif ataupun positif maka perlu dilakukan konseling untuk
mencegah infeksi CMV baik primer maupun sekunder /rekuren. Pada skrinning ibu
hamil dengan pemeriksaan serologis digunakan kombinasi anti-CMV igG dan igm
pada ibu hamil kurang dari 12minggu. Pada ibu seronegatif dilakukan pemeriksaan
ulangan pada kehamilan 6-18 minggu. Pada ibu dengan serokonversi atau anti-CMV
positif dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penentuan infeksi CMV aktif daapt
juga ditentukan oleh pemeriksaan antigenemiam, deteksi dan pengukuran dengan
pp65 pada leukositdara tepi hasil pemeriksaan antigenemia mempunyai
sensitivitas 60-70%.
RUBELLA
1. Pengertian
Infeksi virus Rubella merupakan penyakit
ringan pada anak dan dewasa, tetapi apabila terjadi pada ibu yang sedang
mengandung virus ini dapat menembus dinding plasenta dan langsung menyerang
janin. Rubella atau dikenal juga dengan nama campak jerman adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui pernafasan seperti hidung dan
tenggorokan. Anak-anak biasanya lebih cepat sembuh dibandingkan orang dewasa.
Virus ini menular melalui udara. Selain
itu virus Rubella dapat ditularkan melalui urine, kontak pernafasan, dan
memiliki masa inkubasi 2-3 minggu. Penderita dapat menularkan virus
selamaseminggu sebelum dan sesudah timbulnya Rush (ruam) pada kulit. Rash Rubella berwarna merah jambu, akan
menghilang 2-3 hari, dan tidak selalu muncul dalam setiap kasus infeksi.
Sindroma kongenital terjadi pada 25% atau lebih pada bayi yang lahir dari ibu
yang menderita rubella pada trimester pertama. Jika ibu menderita infeksi ini
setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu, jarang terjadi kelainan bawaan
pada bayi. Kelainan bawaan yang bisa ditemukan pada bayi baru lahir adalah
tuli, katarak, mikrosefalus, keterbelakangan mental, kelainan jantung bawaan,
dan kelainan lainnya.
Rubella walaupun merupakan penyakit yang
tidak berarti diluar kehamilan, jelas menungkatkan angka kematian perinatal
yang sering menyebabkan cacat bawaan pada janin. Yang terakhir terutama
dijumpai apabila infeksi terjadi dalam kehamilan triwulan I (30-50%), lebih
dini lebih besar kemungkinannya. Diagnosis pasti dapat dibuat dengan isolasi
virus, atau dengan ditemukannya titer antibodi Rubella dalam serum. Pemeriksaan
satu kali saja tidak memberikan kepastian karena banyak orang dewasa sudah
kebal terhadap Rubella. Apabila titer 1:10 atau lebih, maka ini dapat dianggap
bahwa wanita sudah kebal. Apabila titer mula-mula 1:8atau kurang, pada
pemeriksaan10-14 hari berikutnya ditemukan titer yang 4 kali lebih tinggi, maka
kemungkinan viremia sangat besar, walaupun gejala-gejala klinisnya tidak
timbul.
Penyakit ini disebabkan oleh virus
Rubella, meskipun indikasi atau penyakitnya mirip dengan campak, tapi penyakit
ini disebabkan oleh virus yang berbeda dengan virus campak. Penyakit ini biasa
menyerang sekali seumur hidup jika terkena pada ibu-ibu hamil, virus rubella
dapat menembus plasenta dan menyerang janin yang sedang tumbuh sehingga
menyebabkan janin yang dikandung akan cacat.
Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi
pada ibu hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika
infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan, maka terjadi resiko kehamilan,
maka terjadi resiko kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi terjadi pada
trimester pertama maka resikonyamenjadi 25%
2. Penyakit Rubella dan Kehamilan
Pada umumnya sebelum pasangan
merencanakan untuk hamil, dianjurkan untuk melakukan test TORCH, dimana salah
satu yang ditest adalah memastikan bahwa pasangan yang bersangkutan telah
memiliki kekebalan terhadap Rubella.
Gejala-gejala Rubella pada dasarnya
hampir sama dengan campak biasa yang telah dikenal dengan ciri-ciri panas
tinggi, pusing kepala, sakit yang berkesinambungan, dan tenggorokan kering.
Selain itu biasanya juga disertai dengan timbulnya bercak-bercak merah layaknya
gejala DBD (Demam Berdarah Dengue).
Gejala-gejala infeksi Rubella :
Pembengkakan pada kalenjar getah bening, demam diatas 380C, mata
terasa nyeri, muncul bintik-bintik merah diseluruh tubuh, kulit kering, sakit
pada persendian, sakit kepala, hilang nafsu makan.
Pada trimester I (minggu
pertama-13), jika ibu hamil mendapatkan Rubella pada masa ini maka kemungkinan
berakibat fatal (90%)pada janin. Sesudah minggu kesepuluh, resiko cacat fisik
dan non-fisik pada janin kurang masih dimungkinkan terjadinya cacat non-fisik
berupa kurang berfungsinya pendengaran ataupun penglihatan pada bayi yang
kemungkinan baru bisa disembuhkan ketika mereka beranjak dewasa. Pada masa-masa
ini bisa jadi para dokter kandungan merokomendasikan untuk menggugurkan
kandungan. Pada trimester kedua pada minggu ke-14 dan ke-15 pada umumnya resiko
penularan ke janin juga semakin kecil. Namun masih dimungkinkan terjadi
kecacatan pada pendegaran dan penglihatan. Pada trimester ketiga setelah minggu
ke-16 resiko cacat pada janin boleh dibilang sudah hampir tidak ada. Oleh
karena itu sangat disarankan pada para ibu hamil untuk menghindari orang yang
sedang terkena Rubella khususnya pada trimester pertama.
3. Manifestasi Klinik
Lebih dari 50% kasus infeksi Rubella
pada ibu hamil bersifat subklinis atau tanpa gejala sehingga sering tidak
disadari. Karena dapat berdampak negatif bagi janin yang dikandungnya maka
deteksi infeksi Rubella pada ibu hamil yang belum memiliki kekebalan terhadap
infeksi Rubella sangat penting, resiko tertularnya janin yang dikandung oleh
ibu terinfeksi Rubella bervariasi, tergantung kapan ibu terinfeksi. Resiko
janin tertular meningkat hingga 100%jika ibu terinfekai saat usia kehamilan
> 36 minggu. Janin yang tertular beresiko mengalami sindrom Rubella
kongenital, terutama bilainfeksi terjadi pada usia janin < 4 bulan. Meskipun
infeksi dapat terjadi sepanjang kehamilan, namun jarang terjadi kelainan bila
infeksi terjadi setelah usia kehamilan > 20 minggu.
4. Pemeriksaan Rubella
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi infeksi Rubella, ayng lazimnya dilakukan adalah peemriksaan
anti Rubella igM dan anti Rubella igG, pada darah ibu. Seorang ibu positif
Rubella apabila hasil laboratorium menunjukkan Rubella igM-nya negatif dan
Rubella igG –nya positif. Pemeriksaan anti-Rubella dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil, jika ternyata belum
memiliki kekebalan, dianjurkan, untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-Rubella igG
dan igM terutama sangat berguna untuk diagnosisinfeksi akut pada kehamilan <
18 minggu dan resiko infeksi Rubella bawaan.
Untuk memastikan apakah janin terinfeksi
atau tidak, maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (Cairan
Amnion) atau darah janin. Pengambilan sample air ketuban ataupun darah janin
harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan kebidanan, dan hanya dapat
dilakukan setelah usia diatas 22minggu. Infeksi terjadi melalui kontak langsung
dengan penderita.
5. Cara Pencegahan
Lakukan penyuluhan kepada
masyarakat umum mengenai cara penularan dan pentingnya imunisasi Rubella.
Penyuluhan oleh petugas kesehatan sebaiknya menganjurkan pemberian imunisasi
rubella untuk semua orang yang rentan. Upaya diarahkan untuk meningkatkan
cakupan imunisasi rubella pada orang dewasa dan berupa muda yang rentan.
Memberikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu virus Rubella yang dilemahkan,
dosis tunggal ini memberikan antibodi yang signifikan, yaitu kira-kira 98-99%
dari orang yang rentan. Vaksin dikemas dalam bentuk kering dan sesudah
dilarutkan harus disimpan dalam suhu 2-80C. Jika diketahui adanya
infeksi alamiah pada awal kehamilan, tindakan aborsi sebaiknya diperhitungkan
karena terjadinya resiko cacat pada janin sangat tinggi. Pada beberapa
penelitian yang dilakukan pada wanita hamilyang tidak sengaja diiimunisasi,
kecacatan kongenital pada bayi yang lahir hiduptidak ditemukan, dengan demikian
imunisasi yang terlanjur diberikan pada wanita yang kemudian ternyata hamil
tidak perlu dilakukan aborsi, tetapi resiko mungkin terjadi dan sebaiknya harus
dijelaskan. Keputusan akhir apabila akan dilakukan aborsi diserahkan pada
wanita tersebut dan dokter yang merawatnya.
BAB III
a. Kesimpulan
Cytomegalovirus
atau lebih sering di sebut dengan CMV adalah infeksi oportiunistik yang berhubungan dengan HIV. Virus ini dibawa oleh
sekitar 50% populasi dan 90% penderita dengan HIV.
Human Cytomegalovirus (HCMV/CMV) atau
human herpes virus 5 ditularkan melalui kontak intim dan atau berulang dengan
pengidap virus, melalui transmisi vertikaldari ibu ke janin, transfus produk
darah dan transplantasi oragan atau sum-sum tulang dan donor sero positif CMV.
Virus dapat ditemukan dalam urine, sekresi orofaring, sekresi serviks, vagina,
semen, ASI, air mata, dan darah.
Pada manusia sehat dengan kehamilan atau
imunokompeten penyakit infeksi CMV
seringkali asymptomatik. Gejala yang kadang timbul berupa gejala mirip
mononukleus tanpa disertai faringitis, tonsillitis, atau limfadenopati.
Sedangkan,
Infeksi virus Rubella merupakan penyakit
ringan pada anak dan dewasa, tetapi apabila terjadi pada ibu yang sedang
mengandung virus ini dapat menembus dinding plasenta dan langsung menyerang
janin. Rubella atau dikenal juga dengan nama campak jerman adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Rubella. Virus biasanya menginfeksi tubuh melalui pernafasan seperti hidung dan
tenggorokan. Anak-anak biasanya lebih cepat sembuh dibandingkan orang dewasa.
Gejala-gejala infeksi Rubella :
Pembengkakan pada kalenjar getah bening, demam diatas 380C, mata
terasa nyeri, muncul bintik-bintik merah diseluruh tubuh, kulit kering, sakit
pada persendian, sakit kepala, hilang nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, A. Y. (2010). Asuhan Kebidanan IV
(Patologi Kebidanan). Purwakarta: Trans Info Media.
0 komentar:
Posting Komentar