Pages

Subscribe:

Kamis, 23 Mei 2013

LABIOSIKIZIS dan LABIOPALATOSIKIZIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Labio/ Palatoskizis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)2. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)3. Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003).
Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatoskizis (sumbing palatum) dan labioskizis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
Kelainan congenital ini diduga disebabkan karena factor herediter dan factor eksternal. Yang termasuk dalam factor herediter yaitu gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan, mutasi gen dan kelainan kromosom. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor usia ibu,obat-obatan. (Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid), Nutrisi,  Penyakit infeksi (sifilis dan rubella), Radiasi,Stres emosional, Trauma, (trimester pertama).
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yang cukup sering dengan insidensi rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup. Insidensi atresia esophagus di Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi bervariasi dari 0,4-3,6 per 10.000 kelahiran hidup. Insidensi tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.


B.     TUJUAN
1.       Memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita.
2.      Menambah dan memperluas pengetahuan tentang Labiosisis dan Labiopalato skisis bagi penulis.
BAB II
LANDASAN TEORI


A.    LABIOSIKIZIS dan LABIOPALATOSIKIZIS
a.       Pengertian
Labioskizis dan Labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di masa bibir atas bagian atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu (Vivian, 2010)
Labiosikizis adalah kelainan congenital sumbingyang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Palatosikisis  adalah kelaianan congenintal sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fungsi septum nasi (Sudarti, 2010)
b.      Klaisifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenal salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-sturktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1.      Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
2.      Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3.      Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4.      Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulangdan jaringan otot palatum.
c.       Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bibir Sumbing
1.       Factor Genetik atau keturunan
Dimana terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2.      Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
3.      Radiasi
4.      Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5.      Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
6.      Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin
7.      Multifaktoral dan mutasi genetic
8.       Diplasia ektodermal yaitu dipakai untuk sekelompok kelainan yang secara anatomis maupun fisiologis mengalami kerusakan berbagai struktur, yaitu gigi, kulit beserta apendiksnya, termasuk rambut, kuku, kelenjar ekrin dan kelenjar sebasea
d.       Tanda Dan Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
§  Terjadi pamisahan Langit-langit
§  Terjadi pemisahan bibir
§  Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
§  Infeksi telinga
§   Berat badan tidak bertambah
§  Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
e.       Manifestasi
1.      Pada Labioskisis
§  Distorsi pada hidung
§  Tampak sebagian atau keduanya
§  Adanya celah pada bibir
2.      Pada Palatoskisis
§  Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
§  Ada rongga pada hidung.
§  Distorsi hidung
§   Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
§  Kesukaran dalam menghisap/makan.
f.        Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada kelainan ini adalah:
1.      Otitis medis, faringitis, dan kekurangan gizi.
2.      Diperkirkan sekitar 10% penderita akan mengalami masalah wicara, misalnya suara sengau.
g.      Penatalaksanaan
Tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedahan ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

B.     ATRESIA ESOPHAGUS
a.      Pengertian
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, dengan demikian atresia esophagus adalah kelainan bawan dimana ujung saluran esophagus buntu. Pada sebagian besar kasus atresia esophagus ujung esophagus buntu, sedangkan pada ¼-1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trekea setinggi karina ( disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula ). Atresia esophagus terjadi pada 1 dai 3.000 – 4.500 kelahiran hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena lahir prematur.
b.      Patofisiologi
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.
c.       Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetic. Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
d.      Gambaran Klinis
Atresia menyebabkan saliva berkumpul pada ujung bagian esofagus yang buntu. Apabila terdapat fistula, maka saliva ini akan mengalirke luar atau masuk ke dalam trakea . Hal ini akan lebih berbahaya apabila saliva mengalir melalui fistula trakea esofagus karena cairan saliva akan masuk ke dalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu dengan gejala muntah proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah bayi menyusui akan ditemukan gerakan peristaltik lambung karena ada usaha melewatkan makanan melalui daerah yang sempit di pilorus. Tidak jarang teraba tumor saat ditemukannya peristaltik.
e.       Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Atresia esophagus atau fistula esofagotrakealis bisa disebabkan oleh penyimpangan spontan septum esofagotrakialis ke arah posterior atau oleh faktor mekanik yang mendorong dinding usus depan ke anterior. Pada bentuk yang sering ditemukan, bagian proksimal esophagus mempunyai ujung berupa kantong buntu, sementara bagian distal berhubungan dengan trakea melalui sebuah saluran sempit pada titik tepat di atas percabangan. Jenis cacat lain di daerah ini jauh lebih jarang terjadi. Atresia esophagus menahan jalannya cairan amnion yang normal menuju saluran usus, sehingga mengakibatkan penumpukan cairan yang banyak sekali dikantong amnion (polihidramnion). Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
·         Memasukkan selang nasogastrik
·         Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.
f.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari atresia esophagus ini antara lain :
·         Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula, namun apabila atresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah (trandelenburg) dan seringlah mengubab-ubah posisi.
·         Segera lakukan pemasangan kateter ke dalam esophagus dan bila memungkinkan lakukan penghisapan terus-menerus.
·         Berikan perawatan pada bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi, pemberian nutrisi adekuat, dan lain-lain.
·         Rangsang bayi untuk menangis.
·         Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk melakukan rujukan pada pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
g.      Komplikasi
Komplikasi – komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.      Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.      Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yg menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak - kanak / dewasa, dimana asam lambung naik / refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.      Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.      Disfagia atau kesulitan menelan.            
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan  menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.      Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubugan dengan proses menelan makanan, tertahannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.      Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.      Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bayi lahir spontan dengan usia kehamilan cukup, berat bayi lahir cukup, apgar skore baik, pada saat pemeriksaan awal ditemukan kelainan kongenital labiopatoskisis. Diduga kuat akibat konsumsi obat-obatan sang ibu ketika masa kehamilan. Penatalaksanaan bayi ini seperti penatlaksanaan rutin bayi baru lahir, hanya saja diperlukan konsultasi kepada ahli bedah untuk penanganan selanjutnya.
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

B.     Saran
Mengingat proses penulisan makalah ini kami rasakan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan mendatang.
Berdasarkan penjelasan mengenai Labiosikisis dan Labiopalatosikisis dan Atresia Esophagus di atas maka sebagai tenaga kesehatan kita harus mampu mengenali dan menangani sedini mungkin untuk mencegah kematian neonatus.


0 komentar:

Posting Komentar